Thursday, September 22, 2011

Kucir lusuh, sepenggal kisahIni sepenggal kisah

Ini sepenggal kisah yang boleh dibagi saat refleksi bersama panitia JArkom XXXI.


Hari ini 4 Juli aku bersama dengan teman-temanku, peserta Jarkom XXXI berkunjung ke Panti Jompo IPI Kadipiro di Solo. Aku bersama 30 orang yang lain. Sampai ditempat kunjungan aku agak sedikit takut karena aku berada di sebuah tempat yang belum aku kenal. Ku langkahkan kakiku untuk memasuki panti jompo itu. Baru saja masuk, aku melihat kakek-kakek yang melayangkan pandangan matanya padaku. Tatapan yang tajam. Dan rasanya aku semakin menjadi takut saja. Aku mencoba untuk berinteraksi dengan semua yang ada di tmpat itu. Namun kadang bau menyengat masuk dalam hidungku dan membuat aku tidak merasa nyaman.
Aku mulai berjalan-jalan. Aku mendapati seorang nenek yang sedang mencuci piring. Ya ampyun..mereka sudah tua tapi mencuci piring sendiri. HAtiku tergerak untuk membantu mencuci piring. Namun teman-temanku yang lain tidak peka. Jadi aku sibuk nyuci piring berdua dengan sherly. Setelah itu aku ketemu lagi dengan seorang penghuni panti. Dia minta uang padaku Rp 500,00. Saat itu aku menjawab, "Eyang aku ini masih sekolah dan belum kerja." Dalam pikirku kalo aku sudah bekerja maka aku kan memberikan berapa pun yang diminta. Kemudian aku bertemu dengan seorang nenek yang duduk di belakang sebuah mesin jahit. ' Lagi ngapain Eyang?", begitu tanyaku pada dia. " Ini lagi jahit kucir yang rusak." Begitu jawabnya. Aku terperanjat ketika aku melihat kuciran yang dia jahit. Ternyata kucir yang sangat lusuh, kotor dan sudah tidak layak dipakai lagi. Eyang itu menjahit kucirnya yang lusuh karena mau dipakai untuk mengucir rambutnya ketika misa Jumat 1 nanti sore.
Segera aku mengajak seorang temanku untuk membeli kucir. Beberapa toko aku masuki namun nyatanya aku tak mendapatkannya. Aku mencari sampai pasar nusukan. Lumayan jauh juga. Dan akhirnya aku memperoleh kucir yang bisa dipakai oleh eyang itu. Aku lalu kembai lagi ke panti dengan sudah membawa kucir rambut. Dalam pikirku, berapa sich harganya 1 buah kucir itu. PAling kan hanya Rp 2000-Rp 3000, namun mengapa tidak pernah ada yang membelikannya. Bahkan orang terdekat pun tak ada yang peduli untuk membelikan.
Akhirnya aku menemui eyang itu lagi dengan berbekal kucir di tanganku.'
"Eyang, ini kucir buat eyang dari aku. Gak usah diganti uangnya. Aku memberikannya dengan tulus. Biar nanti bisa eyang pakai ketika misa Jumat 1 nanti sore. Segera setelah aku memberikan kucir itu, Eyang itu memeluk dan menciumku. Dari mulutnya mengalir sebuah doa untukku yang tak habis-habisnya ia ungkapkan.
Mereka yang tinggal di PAnti Jompo itu, teramat sangat jarang dikunjungi oleh keluarganya. Bahkan ada yang sama sekali tak pernah ditengok oleh keluarganya. Seolah-olah sudah dilepas begitu saja.

Mulai sekarang aku akan menjaga orang tuaku dan akan mencintai mereka.....

No comments: